Minggu, 03 September 2017

BERAGAM KESENIAN DI PANGGUNG HIBURAN HUT RI KE 70 KEBUMEN



BERAGAM KESENIAN DI PANGGUNG HIBURAN
PERINGATAN HUT RI KE 70 KABUPATEN KEBUMEN
 
Penampilan Kepang Poor Turonggo Resmi dari Ambal Resmi
Dalam rangka panggung hiburan pada Peringatan HUR RI ke 70, Seksi Hiburan Panitia Peringatan HUT RI Ke.70 Pemerintah Kabupate Kebumen akan menggelar beberapa pementasan. Panggung hiburan pada peringatan HUT RI tahun ini dipisahkan dari acara Resepsi HUT RI Ke-70, yang telah dilaksanakan terlebih dahulu pada hari Kamis(17/8) malam. Sehingga panggung hiburan untuk masyarakat umum,  tersebut seluruhnya hanya berisi pementasan beragam kesenian.
Aksi Kepang Poor Turonggo Resmi dari Ambal Resmi Kecamatan Ambal
  Salah satu pementasan yang juga didukung oleh Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen tersebut, yang akan digelar pada Sabtu (19/8) mulai pukul 15.30 WIB sore di Alun-alun Kebumen adalah Kesenian Tradisional Kepang Poor dari Kecamatan Ambal. yang akan dilanjutkan pada malam harinya mulai pukul 19.30 WIB dipanggung yang sama berturut-turut akan dipentaskan Kesenian Tradisional Tari Cepetan dari Watulawang Kec. Pejagoan, Tari Gambyong Pangkur, Pertunjukan Sulap, Musik Kreatif dan Pagelaran Wayang Kulit Garap 3 Dalang.
 
 
Gilang dan Alfin dua dalang remaja dari Kebumen yang bersiap untuk Pentas 3 dalang dengan dalang senior Ki Bambang Cermo Budhi Carito pada panggung peringatan HUT RI Ke 70 di Alun-alun Kebumen (19/08).
Pada pagelaran Wayang kulit akan dimainkan oleh 3 dalang yang terdiri dari 1 orang dalang senior Ki Bambang Cermo Budi Carito S.Pd dari Jatijajar, dan 2 orang dalang muda Ki Alfian Ronggo Darsono dari Wonokromo Alian dan Ki Gilang Hadiwisana dari Pekunden Kutowinangun, dengan iringan dari Paguyuban Karawitan Rasa Kawedar Kebumen.

MENORENG LANGEN BUDOYO SAMBENG



MENORENG LANGEN BUDOYO SAMBENG
Kesenian Asli Kebumen Yang Terlupakan
Salah satu adegan pada pementasan Menoreng Langen Budoyo Sambeng, Pimpinan S.Hadi Wijoyo dengan lakon Lahirnya Imam Suwongso.
Kesenian Menoreng, merupakan salah satu kesenian khas Kebumen, yang keberadaannya pada saat ini sangat meprihatinkan. Beberapa masyarakat Kebumen bahkan sudah tidak mengenalnya. “ Menoreng si apa?”, begitu pertanyaan yang selalu terlontar ketika disebutkan  nama kesenian ini.
Hal tersebut tentu saja bisa dimaklumi lantaran kesenian ini memang sudah jarang ditanggap untuk dipentaskan. Beruntung di dukuh Sambeng, desa Seling kecamatan Karangsambung, masih ada beberapa orang yang masih bertahan mempertahankan kelestarian kesenian ini.
Mereka tergabung dalam grup Kesenian Menoreng Langen Budoyo, pimpinan S. Hadi Wijoyo,  yang beranggotakan sekitar 23 orang pemain, 7 orang penabuh iringan musik, dengan 2 orang dalang Menoreng, Arjo Sumarto dan S. Hadi Wijoyo. Dimana usia para pemain, penabuh iringan musik dan dalangnya termasuk sudah tidak muda lagi, rata-rata diatas 40 tahun hingga 65 tahun. Menurut pimpinan rombongan menoreng Langen Budoyo, S. Hadi Wijoyo, saat sekarang memang jarang ada anak muda di desa, yang mau menjadi pemain menoreng. Kebanyakan dari mereka lebih tertarik menjadi pemain kesenian Ebleg  atau kuda Kepang. Beruntung di SD Negeri Pencil Kecamatan Karangsambung diselenggarakan ekschool Menoreng bagi para siswanya.  Sehingga diharapkan para siswa inilah yang nantinya akan turut melestarikan keberadaan kesenian Menoreng.
Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen melihat kesenian Menoreng merupakan bentuk kesenian yang unik, yang merupakan kesenian khas Kebumen. Hal tersebut dapan dibuktikan dari pengucapan nama kesenian tersebut. Mengucapkan kata Menoreng itu hanya pas diucapkan oleh orang Kebumen yang  mengetahui kesenian tersebut, yaitu ucapan “reng” seperti mengucapkan “reng” pada kata goreng atau mencoreng. Orang-orang yang tidak mengetahui kesenian tersebut pasti menyebutnya keliru.
Keunikan lain dari kesenian Menoreng adalah bentuk pementasannya seperti halnya wayang orang, tetapi pakaian atau kostum yang dikenakan tidak meniru kostum wayang kulit, melainkan meniru kostum wayang golek menak. Cerita yang dibawakan juga bersumber pada cerita babad menak, bukan babad Ramayana atau Mahabarata. Kesenian menoreng ini sangat bernuansa islami. Karena tetabuhan  yang digunakan sebagai musik  pengiringnya terdiri dari kendang, beduk, kecrek dan rebana. Demikian pula syair-syair yang ditembangkan, guga berisi ajaran-ajaran keislaman.
Sebagai upaya melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu memajukan, memelihara dan melestarikan seni dan budaya daerah. Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen, Selasa(18/7) lalu, mementaskan Kesenian tradisional asli Kebumen, yang sudah hampir tidak dikenal oleh masyarakat Kebumen sendiri.
Pementasan kesenian tersebut,  diusulkan oleh DKD Kebumen  kepada Dinas Kominfo Kabupaten Kebumen  dalam rangkaian program Diseminasi Informasi Dengan Kemitraan Kesenian Tradisional. Dengan harapan dapat memberi kesempatan pada kesenian Menoreng untuk dapat dikenal oleh masyarakat , dan sebagai upaya DKD untuk mendokumentasikan kesenian tersebut . Kebetulan usulan tersebut ditanggapi positif oleh Kepala Bidang IKP Dinas Kominfo Kebumen Dewi lndri Astuti, SP, MM.
Upaya DKD untuk mementaskan kesenian Menoreng juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, diantaranya Kepala Desa Seling Sutarjo, Ketua Grup Menoreng S. Hadi Wijoyo dan juga Kepala SD Negeri Pencil, Warisno, S.Pd, M.Pd. Bahkan Warisno, S.Pd, M.Pd  menyediakan halaman sekolahnya untuk mementaskan Menoreng Langen Budoyo pimpinan S.Hadi Wijaya dari dukuh Sambeng desa Seling kecamatan Karangsambung,
Pementasan Menoreng dengan lakon Lahirnya Imam Suwongso dengan dalang Arjo Sumarto tersebut ternyata mendapat sambutan yang baik dari bapak, ibu guru SD Negeri Pencil, para siswa dan masyarakat. Hal itu  dibuktikan dengan banyaknya bapak dan ibuguru, para siswa dan masyarakat yang menyaksikan, yang tidak hanya dari warga setempat, namun ternyata tidak sedikit pula dari luar desa Seling. Hadir pula pada pementasan tersebut Kepala Desa  Seling Sutarjo, Kepala SD Negeri Seling Warisno, S.Pd, M.Pd, Kepala Bidang IKP Dinas Kominfo Kebumen Dewi lndri Astuti, SP, MM. Kasi Perizinan Dinas PM &PTSP, Nurhayatun, S.ST. MM, dan Ketua DKD Kebumen, Pekik Sat Siswonirmolo.
Menurut Pekik Sat Siswonirmolo kegiatan tersebut  sudah merupakan tugas DKD, dan berharap semoga dengan pementasan ini dapat turut mendukung keberadaan kesenian Menoreng untuk dapat semakin dikenal kembali oleh masyarakat di Kebumen, seperti ketika DKD dulu mengangkat kesenian Cepetan dari Peniron dan Watulawang, kecamatan Pejagoan.
Sementara itu, Kepala desa Seling Sutarjo mengharapkan adanya regenerasi bagi anak2 terhadap berbagai kesenian tradisional yang ada seperti menoreng, lengger, dan jemblung, Kades Sutarjo juga menyampaikan adanya ekstrakurikuler Menoreng di SD Pencil tersebut.

SMA 1 GOMBONG PENTASKAN WAYANG DENGAN 15 DALANG



Aksi salah satu dalang putri dari siswi SMA Negeri Gombong.

SMA Negeri Gombong pada hari Sabtu(12/8) menggelar acara spektakuler, Pagelaran wayang kulit dengan 15 orang dalang. Dari ke 15 dalang tersebut terdiri dari 2 orang guru, 7 orang siswa putra dan 6 orang siswa putri.
Menurut Kepala SMA Gombong Budi Riyanto, S,Pd Pagelaran wayang tersebut dalam rangkaian peringatan hari ulang tahun SMA Gombong yang ke 54, yang jatuh pada tanggal 16 Agustus nanti. Pagelaran sejenis selalu diselenggarakan setiap tahun.” Apresiasi pagelaran wayang kulit sehari penuh ini adalah yang ke 8,  dengan lakon Mutiara Kesaput Lebu  karangan Surawan pelatih wayang dan karawitan SMA Negeri 1 Gombong, disaksikan oleh 650 anak siswa kelas X dan kelas XI. Pagelaran Wayang sebagai upaya sekolah menjadi penjaga gawang untuk nguri uri kebudayaan jawa, harapanya Siswa-Siswi SMA Negeri Gombong, mampu menjadi penerus sebagai penjaga gawang untuk nguri-uri Kebudayaan Jawa”.
Budi Riyanto, S,Pd  menambahkan, pada saat adegan Limbukan diselingan tari kreasi Tari Tumandang, dengan 12 siswi penari, dan Orkestra Musik.

Aksi dalang putri dari dua siswi SMA Negeri Gombong yang lain pada adegan Limbukan.
Hadir pada pagelaran tersebut Ketua Umum DKD Kebumen Pekik Sat Siswonirmolo, Ketua Komite SMA Neg.1 Gombong, Muspika kec. Gombong, Kepala-Kepala SMP di sekitar Gombong dan Perwakilan Siswa SMP di sekitar Gombong.  
 
 
 
 
Dalang Putri dari SMA Negeri Gombong
 
Para Guru SMA Negeri Gombong  yang menjadi Dalang mendampingi dalang Siswa Siswi  nya.
  Ketua Komite SMA Negeri 1 Gombong, Gunawan menyatakan dukungannya terhadap kegiatan tersebut, dengan selalu menganggarkan dana Komite untuk penyelenggaraan kegiatan pagelaran disetiap tahunnya.
Ketua DKD Kebumen memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas penyelenggaraan pagelaran wayang tersebut. Pagelaran tersebut  menjadi bukti bahwa SMA Negri 1 Gombong memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan pengembangan dan pelestarian seni dan budaya pada umumnya, dan seni dan budaya jawa pada khususnya, kepada peserta didiknya.
Para dalang dari siswa siswi SMA Negeri Gombong antri menunggu giliran pentas
 Menurut pelatih dalang dan karawitan di SMA Negeri 1 Gombong, Surawan, Pagelaran wayang dilaksanakan dari pukul 08.00 dan akan berakhir pada pukul 17.00 WIB. Pagelaran tersebut didukung oleh 15 dalang, yang terdiri dari 2 orang guru, Charli Hariyadi dan Winarmoyo, ditambah 13 dalang siswa siswi SMA Negeri 1 Gombong, dengan 18 anak penabuh gamelan dan 22 anak swarawati. Pada pra acara pagelaran diisi dengan Panembromo yang diikuti oleh 140 anak.

” Apresiasi pagelaran wayang kulit sehari penuh ini adalah yang ke 8,  dengan lakon Mutiara Kesaput Lebu  karangan Surawan melibatkan 15 orang dalang.

Jumat, 01 September 2017

SOSIODRAMA KOLOSAL MENGENANG PERISTIWA CANONADE CANDI KARANGANYAR KEBUMEN

Penyerangan Pasar Candi oleh Tentara Belanda, pada peristiwa Canonade Minggu Wage 19 Oktober 1947

Ada nuansa yang berbeda pada upacara HUT RI Ke 72 di Alun-alun Kebumen (17/8) kemaren. Pada upacara tersebut tidak hanya sekedar menggelar upacara sebagaimana biasa pada setiap peringatan HUT RIdi tahun tahun sebelumnya. Namun ada penampilan sosiodrama yang mengisahkan peristiwa Canonade di desa Candi Karanganyar pada Agresi Belanda 70 tahun yang lalu.
 
 Pada sosiodrama yang diprakarsai oleh Kodim 0709 Kebumen dengan Dinas Pendidikan dan Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen tersebut, melibatkan sekitar 30 orang personil TNI dan Sipil TNI, bersama 25 orang warga masyarakat Karangsari Sruweng dan dibantu 48 siswa siswi dari SMA Negeri 2 Kebumen, SMA Negeri 1 Karanganyar dan SMK Batik Sakti 1 Kebumen. 1 Karanganyar. Untuk penyutradaannya dikoordinir oleh BE Susilohadi S.Pd, dibantu Putut Ahmad Su’adi S.Hum dan Pekik Sat Siswonirmolo dari Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen. 
 
 
Pementasan sosiodrama digambarkan suasana pada Minggu Wage 19 Oktober 1947, sekitar pukul 08.00 Wib keramaian pasar Candi pagi itu sekonyong-konyong dikejutkan oleh datangnya pesawat Capung musuh yang melakukan pengintain sambil memberikan sinar kode dan menjatuhkan beberapa bom kemudian disusul dentuman peluru meriam pertama yang jatuh di dekat pasar Candi. Pesawat juga dipandu oleh mata-mata Belanda yang berada di dukuh Legok dengan memantulkan cermin ke atas sebagai kode lokasi keberadaan Candi.
Sebagai tembakan pendahuluan Belanda adalah ke arah Selatan Sugihwaras, kemudian, menjatuhkan beberapa bom sebagai pemandu arah sasaran pelaksanaan canonade yang dilakukan dari dua lokasi yakni Kenteng dan Ragadana.
 
 
 
 Warga masyarakat di pasar Candi kocar-kacir. Tembakan meriam dari Gombong semakin gencar bagai hujan peluru. Setelah  tembakan mereda. Penduduk Candi dan sekitarnya bergegas untuk mengungsi, namun tidak lama kemudian peluru Kanon kembali berjatuhan di desa Candi yang meliputi dukuh Pasar Candi, Cengkoreh, Sigedong, Serang, Kandangan, Legok, Gemiwang, Kepel, Plarangan dan Pucung. Kanonade Candi baru berhenti sekitar pukul 13.00 Wib. Jumlah peluru yang ditembakkan lebih – kurang 600 butir.
Warga selamat baik yang tadinya telah berlindung di gua Sigedong maupun yang berada di rumah masing – masing mengungsi ke daerah daerah yang aman di Somawangsa Karanggayam, Pandansari Sruweng dan sekitarnya.. Korban luka mengungsi ke rumah sakit kebumen untuk meminta pertolongan. Semua berjalan kaki menyelamatkan diri. Korban parah setelah sampai di rumah sakit Kebumen dilarikan ke rumah sakit Yogyakarta menggunakan kereta api.
 
 
 Jumlah korban meninggal yang terdata 786 orang, mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana, di rel kereta api, dipasar dan di sungai. Mata-mata Belanda pada akhirnya tewas, dengan kondisi kepala yang terpenggal, mayatnya dihanyutkan warga di sungai yang sedang banjir. Maka keadaan pun kembali aman.
Dengan pementasan sosiodrama tersebut diharapkan akan memberikan kesadaran pada generasi muda akan arti pentingnya sebuah kemerdekaan suatu bangsa,, yang ditebus dengan penderitaan, darah dan beribu-ribu nyawa. Sehingga akhirnya akan muncul satu tekad untuk mewujudkan semboyan NKRI harga mati.