Senin, 15 April 2019

KETHOPRAK DANGSAK

REKSA MUSTIKA BUMI
Bertepatan dengan Hari Ibu di akhir tahun 2014, Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen menggelar pentas kolaborasi Ketoprak Dangsak dengan lakon ‘Reksa Mustika Bumi’, di Aula Setda Kebumen, Senin (22/12) malam.
Kethoprak Dangsak di Aula Setda Kebumen
Pementasan ketoprak berdurasi hampir dua jam itu mengangkat tema kelestarian alam di tengah ancaman eksploitasi pertambangan. Pentas ditengah guyuran hujan Desember itu di hadiri oleh Wakil Bupati Djuwarni, Staf Ahli Bupati (SAB) Siti Kharisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Heri Setyanto, serta sejumlah tokoh masyarakat dan seniman di Kabupaten Kebumen.
Tak seperti pada pementasan ketoprak pada umumnya, Ketoprak Dangsak ini menggunakan naskah, seperti pada pementasan teater maupun sinetron. Naskah ditulis oleh Pekik Sat Siswonirmolo, sedangkan sutradara Basuki Hendro Prayitno, yang juga Ketua Umum DKD Kebumen. Pementasan apik itu didukung dengan iringan gending yang digawangi oleh Bambang Budiono, yang juga seorang dalang asal Jatijajar.
Pementasan didukung sekitar 42 pemain, terdiri dari pelaku seni tradisi cepetan dari Desa Watulawang, teater Gerak IAINU Kebumen, grup seni Lengger Jatijajar, Sekolah Rakyat MeluBae dan beberapa pengurus DKD Kebumen sendiri. Grup kesenian lengger ini juga mengampu iringan gamelan dari SMP Tamansiswa sepanjang durasi pementasan yang dikolaborasikan dengan jimbe dan perkussi.
Sejumlah pemain ketoprak yang terlibat pada pementasan itu, Wuryanto (Diparbud), Murdiono Mancung (PNS Kecamatan Prembun), Harnoto Aji (Kepala SMA Negeri Karanganyar), Ari Susanto (Karyawan Bank Jateng), Sahid Elkobar (Teater Gerak). Selanjutnya, Agus Budiono (Guru SMP Karanggayam), Pipin Damayanti (PNS Guru), Darmawan Riyadi (profesional), Saeful (Teater Gerak), Pekik Sat Siswonirmolo (Pengurus DKD), Pitra Suwita (Pengurus DKD), John Silombo (Pesulap), Marikun Bahtiar (Pesulap), dan  Achmad Marzoeki (Birokrat).
Penulis naskah, Pekik Sat Siswonirmolo, mengatakan lakon “Reksa Mustika Bumi” sendiri membeberkan pertarungan kepentingan rezim kekuasaan yang bernafsu menguasai dan mengeksploitasi sumber daya alam dengan berdalih kesejahteraan rakyat sekitar. Lakon ‘Reksa Mustika Bumi’ yang bercerita tentang keteguhan ‘local-genius’ dalam melindungi ekologi bumi, dipaksa berhadapan dengan tren modal mengincar kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
“Lakon ini menjadi menarik karena konteksnya terhadap situasi kontemporer, dimana kasus kekerasan mewarnai resistensi masyarakat adat versus segala bentuk ancaman, terutama serbuan pertambangan terhadap penghancuran lingkungannya,” ujar pria yang juga guru PNS di SMP Negeri 2 Kutowinangun.
Pekik menambahkan, simbolisasi tradisi cepet (dangsak) pada pementasan itu mewakili perwujudan nilai-nilai kearifan lokal yang secara teguh dipelihara oleh Ki Wicaksono (Wuryanto) bersama para pengikutnya. Batas akhir dari keteguhan pemeliharaan adalah saat kepentingan rezim kekuasaan dengan mengandalkan patron hierarki menekan dan memporak-porandakan segala tatanan lokal.
“Inilah hakekat antagonisme sosial yang jadi realitas obyektif dimana-mana saat-saat ini,” tutupnya. 
Kethoprak Dangsak di Panggung Budaya PRPP Jawa Tengah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar