Kamis, 24 Juni 2010

Resensi Buku

Ringkasan Cerita
CERITA SIPENIDUR
Di sebuah lembah yang permai, beberapa anak dan orang tua sedang mandi di sungai yang jernih airnya. Mereka bergembira, bermain air, berteriak dan bersorak. Hari telah sore , terdengar tanda waktu magrib telah tiba. Orang-orang dan anak anak tergopoh-gopoh menuju ke surau untuk sembahyang magrib. Kebanyakan dari anak-anak hanya ikut-ikutan saja, ada yang bercanda, bercakap-cakap, bahkan yang bertengkarpun ada.
Ketika sembahyang baru selesai Durahman dan Juki berebut mengambil kitab dan rehal ( semacam bangku kecil tempat menaruh Al Quran). Mereka tidak sampai berkelahi karena Munap menunjuk si Daud yang mengambil rehal Durahman. Daud lari ketakutan sambil menangis, hingga rehal terjauh mengenai kaki Durahman. Keributan terhenti saat datang guru mengaji yamg telah selesai sembahyang. Maka ana-anak mulai mengaji secara kelompok kelompok, tiap kelompok ada gurunya, yang dipilih dari murid-murid yang telah besar dan dinamai Guru Tua.
Pada waktu isya datang, anak-anak banyak yang tidak ikut sembahyang karena telah batal wudhu. Durahman, Munap, Juki dan Latip disuruh Guru tua untuk ambil air wudhu ke sungai tetapi takut. Mereka hanya berkumpul dihalaman, membicarakan tentang harimau dan belum wajibnya anak kecil bersembahyang atau berpuasa.
Anak-anak berangkat ke surau membawa bekal makan malam yang dimakan setelah selesai sembahyang isya. Mereka tidak pulang tetapi tidur di Surau.Sudah menjadi kebiaasaan tiap anak laki-laki setelah mengaji tidak tidur di rumah kecuali sakit atau masih kecil. Saat makan malam, Munap sempat marah karena lauk makan diolok-olok teman-temannya. Selesai makan mereka membersihkan surau, karena akan di gelar tikar untuk tidur.
Malam pelita surau dimatikan, dalam surau gelap gulita. Durahman dan Munap usil, menukar-nukar selimut teman-temannya, atau mencoreng-coreng wajah teman-temannya dengan jelaga pelita sehingga surau menjadi ribut. Setelah bangun pagi, untuk melupakan dendam, mereka mandi bersama di sungai.
Petang harinya Durahman, Munap, Juki , Daud, Miing dan Latip bermain berburu babi dengan buah limau sebagai sasaran, akhirnya limau dimakan bersama-sama. Setelah itu bermain meluncur ke sunai dengan kuda-kudadari pelepah pohon kelapa yang di potong,sampi waktu magrib. Malam minggu mereka tidur lagi di surau.
Pada suatu malam datanglah pak Murai yang pandai bercerita, ikut menginap di surau. Sebelum tidur Pak Murai berkisah tentang Cerita si Penidur. Cerita yang bersambung dua malam itu sangat menarik anak-anak , sampai-sampai membuat Durahman ingin sepert si Penidur, bisa mendapatkan keberuntungan hidup menjadi raja, hanya karena Periuk, peti, seutas tali dan tongkat berhikmat atau ajaib dari nenek gergasi.
Durahman setiap hari, sepanjang malam berangan-angan ingin mencari barang barang keramat tersebut, hingga hampir pagi baru ia tertidur. Karena itu Durahman selalu terlambat bangun, terlambat pergi ke sekolah, di sekolah ngantuk, pelajaran tak masuk kepala, sehingga sering dimarahi guru, Durahman juga jadi malas mengaji, malas sekolah. Akhirnya Durahman dikeluarkan dari sekolah dan berhenti mengaji.
Agar tidak bermain-main saja, Durahman dibelikan seekor sapi oleh bapaknya. Tapi ia malas menggembala. Kerjanya setipa hari hanya berjalan-jalan keluar masuk belukar berharap bertemu nenek gergasi dan minta periuk dan peti ajaib. Meskipun ada yang mengingatkan gergasi itu tidak ada, Durahman tetap tak mau percaya. Tekad Durahman mengembara untuk mencari barang keramat sangat kuat. Sebelum berangkat, Durahman titip pesan melalui si Munap, untuk disampaikan pada ibunya, Kalau ia hendak pergi ke negeri lain.
Maka berangkatlah Durahmin mengembara. Pada saat mengembara Durahim, bila malam tiba ia bermalam di rumah orang, dan selalu bertanya pada setiap orang tentang nenek gargasi, sehingga ia selalu ditertawakan orang-orang.
Beberapa hari kemudian uang bekal Durahim habis. Ia bingung dan sedih sekali hingga ia menangis, air matanya bercucuran. Ketika itu datanglah pertolongan dari seorang kepala sekolah di negeri itu. Durahim menceritakan semua masalahnya, sampai periuk dan peti ajaib. Bapak kepala sekolah menyatakan memiliki barang tersebut. Karena tidak punya uang, sebagai gantinya Durahim bersedia mengabdi pada pak kepala sekolah asal diberikan barang-barang ajaib yang ia maksud. Bapak Kepala sekolah akan diberikan barang tersebut, tetapi dengan syarat Durakhin bersedia menuruti kehendaknya.
Karena Durahim setuju syarat yang diajukan kepadanya, maka ia menurut saja apa perintah bapak kepala sekolah. Tanpa sepengetahuan Durahman, kepala sekolah sebenarnya sedang menyadarkan kekeliruan Durahman. Untuk itu secara diam-diam beliau memasukkan Durahman ke sekolah. Membekali Durahman dengan bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Setelah enam tahun kemudian barulah Durahman mengerti yang dimaksud barang hikmat yang dijanjikan bapak kepala sekolah adalah sekolah atau pendidikan. Durahman sangat berterima kasih pada bapak kepala sekolah, yang telah menyadarkan kekeliruan. Akhirnya teman-teman sekampung Durahman berusaha meniru perbuatan Durahman, karena ia telah berhasil menjadi orang kaya muda.
*(Secara keseluruhan isi cerita dari buku ini sangat menarik, dan baik menjadi bacaan teman-teman, karena didalamnya banyak berisi pesan-pesan yanga berguna misalnya jangan cepat menyerah. Sayangnya ada beberapa kata-kata yang sekarang jarang dipakai, sehingga agak mengganggu untuk memahami maksudnya seperti :
1. –tidak berbilang ratus lagi
2. –diperikan
3. –barang hikmat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar