Selasa, 06 Agustus 2019
Senin, 15 April 2019
DANYANG WATULAWANG
TARI CEPETAN PUTRI
Dewan Kesenian Daerah (DKD)
Kebumen, resmi melaunching Tari Danyang Watulawang, Sabtu malam 21 April 2018.
Launching tersebut digelar bersamaan dengan Pementasan Teater Ego berjudul
"Terdampar" di Aula PGRI Kebumen.
Tari yang terinspirasi daru
seni dangsak itu diluncurkan oleh Ketua DKD Kebumen, Pekik Sat Siswonirmolo.
Hadir pada acara tersebut Staf Ahli Bupati RAI Ageng Susilo Handoko, serta para
seniman dan budayawan Kebumen.
Pekik Sat Siswonirmolo, menuturkan hadirnya Tari Danyang Watulawang diharapkan bisa memperkaya khasanah kesenian khas Kebumen. "Tari Danyang Watulawang merupakan hasil kreasi dari Sanggar Seni "Sesanti Bumi" Kebumen," ujar Pekik Sat Siswonirmolo, disela-sela launching.
Ia menjelaskan, tarian tersebut merupakan hasil kreasi tiga koreografer alumni Universitas Negeri Semarang (Unes). Yakni Esti Kurniawati, Ari Setyawati, Vera Setia Pratama. Ketiganya sekaligus menarikan hasil kreasinya bersama dua penari lainnya, yaitu Putri dan Risma.
Tari Danyang Watulawang diinspirasikan dari seni Dangsak atau dikenal juga dengan nama tari Cepetan, yang merupakan tarian tradisional Kebumen. Tarian ini dikenal secara turun temurun di beberapa desa di Kebumen, antara lain Desa Watulawang Kecamatan Pejagoan. Selain merupakan karya adiluhung para leluhur, seni Dangsak juga mengandung nilai-nilai heroik dan patriotisme dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia.
Pada masa kolonialisme Belanda, kawasan pegunungan di Kebumen utara merupakan wilayah yang menjadi sasaran para onderneming (mandor) Belanda, meluaskan wilayah perkebunan untuk memperkaya bangsa penjajah. Dimunculkannya Dangsak di masa itu adalah untuk menakut-nakuti para mandor Belanda, sehingga akhirnya mereka gagal memperluas perkebunannya ke wilayah Kebumen utara.
Namun dari sisi artistik, seni Dangsak dinilai beberapa pihak kurang bisa "dijual", khususnya di dunia entertaintment. Masalah ini kerap menjadi topik perbincangan di kalangan seniman dan budayawan yang sering berkumpul di Rumah Budaya "Bumi Bimasakti" Kauman, Kebumen.
Dari berbagai perbincangan tersebut membuat tiga koreografer perempuan dari Sanggar Seni "Sesanti Bumi", yakni Esti Kurniawati, Ari Setyawati dan Vera Setia Pratama tertantang untuk menguji kemampuannya. Ketiganya mencoba mengolah dan mengemas kembali gerakan tari Cepetan agar bisa lebih artistik dan memiliki "nilai jual".
Hal inilah yang kemudian memunculkan ide lahirnya tari Danyang Watulawang. Jika tari Dansak atau Cepetan penarinya laki-laki semua, maka tari Danyang Watulawang penarinya perempuan semua.(*)
Pekik Sat Siswonirmolo, menuturkan hadirnya Tari Danyang Watulawang diharapkan bisa memperkaya khasanah kesenian khas Kebumen. "Tari Danyang Watulawang merupakan hasil kreasi dari Sanggar Seni "Sesanti Bumi" Kebumen," ujar Pekik Sat Siswonirmolo, disela-sela launching.
Ia menjelaskan, tarian tersebut merupakan hasil kreasi tiga koreografer alumni Universitas Negeri Semarang (Unes). Yakni Esti Kurniawati, Ari Setyawati, Vera Setia Pratama. Ketiganya sekaligus menarikan hasil kreasinya bersama dua penari lainnya, yaitu Putri dan Risma.
Tari Danyang Watulawang diinspirasikan dari seni Dangsak atau dikenal juga dengan nama tari Cepetan, yang merupakan tarian tradisional Kebumen. Tarian ini dikenal secara turun temurun di beberapa desa di Kebumen, antara lain Desa Watulawang Kecamatan Pejagoan. Selain merupakan karya adiluhung para leluhur, seni Dangsak juga mengandung nilai-nilai heroik dan patriotisme dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia.
Pada masa kolonialisme Belanda, kawasan pegunungan di Kebumen utara merupakan wilayah yang menjadi sasaran para onderneming (mandor) Belanda, meluaskan wilayah perkebunan untuk memperkaya bangsa penjajah. Dimunculkannya Dangsak di masa itu adalah untuk menakut-nakuti para mandor Belanda, sehingga akhirnya mereka gagal memperluas perkebunannya ke wilayah Kebumen utara.
Namun dari sisi artistik, seni Dangsak dinilai beberapa pihak kurang bisa "dijual", khususnya di dunia entertaintment. Masalah ini kerap menjadi topik perbincangan di kalangan seniman dan budayawan yang sering berkumpul di Rumah Budaya "Bumi Bimasakti" Kauman, Kebumen.
Dari berbagai perbincangan tersebut membuat tiga koreografer perempuan dari Sanggar Seni "Sesanti Bumi", yakni Esti Kurniawati, Ari Setyawati dan Vera Setia Pratama tertantang untuk menguji kemampuannya. Ketiganya mencoba mengolah dan mengemas kembali gerakan tari Cepetan agar bisa lebih artistik dan memiliki "nilai jual".
Hal inilah yang kemudian memunculkan ide lahirnya tari Danyang Watulawang. Jika tari Dansak atau Cepetan penarinya laki-laki semua, maka tari Danyang Watulawang penarinya perempuan semua.(*)
KETHOPRAK DANGSAK
REKSA MUSTIKA BUMI
Bertepatan
dengan Hari Ibu di akhir tahun 2014, Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen
menggelar pentas kolaborasi Ketoprak Dangsak dengan lakon ‘Reksa Mustika Bumi’,
di Aula Setda Kebumen, Senin (22/12) malam.
Pementasan ketoprak berdurasi hampir dua jam itu mengangkat tema
kelestarian alam di tengah ancaman eksploitasi pertambangan. Pentas ditengah
guyuran hujan Desember itu di hadiri oleh Wakil Bupati Djuwarni, Staf Ahli
Bupati (SAB) Siti Kharisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Heri
Setyanto, serta sejumlah tokoh masyarakat dan seniman di Kabupaten Kebumen.
|
Tak seperti pada pementasan ketoprak pada umumnya, Ketoprak
Dangsak ini menggunakan naskah, seperti pada pementasan teater maupun sinetron.
Naskah ditulis oleh Pekik Sat Siswonirmolo, sedangkan sutradara Basuki Hendro
Prayitno, yang juga Ketua Umum DKD Kebumen. Pementasan apik itu didukung dengan
iringan gending yang digawangi oleh Bambang Budiono, yang juga seorang dalang
asal Jatijajar.
Pementasan didukung sekitar 42 pemain, terdiri dari pelaku seni
tradisi cepetan dari Desa Watulawang, teater Gerak IAINU Kebumen, grup seni
Lengger Jatijajar, Sekolah Rakyat MeluBae dan beberapa pengurus DKD Kebumen
sendiri. Grup kesenian lengger ini juga mengampu iringan gamelan dari SMP
Tamansiswa sepanjang durasi pementasan yang dikolaborasikan dengan jimbe dan
perkussi.
Sejumlah pemain ketoprak yang terlibat pada pementasan itu,
Wuryanto (Diparbud), Murdiono Mancung (PNS Kecamatan Prembun), Harnoto Aji
(Kepala SMA Negeri Karanganyar), Ari Susanto (Karyawan Bank Jateng), Sahid
Elkobar (Teater Gerak). Selanjutnya, Agus Budiono (Guru SMP Karanggayam), Pipin
Damayanti (PNS Guru), Darmawan Riyadi (profesional), Saeful (Teater Gerak),
Pekik Sat Siswonirmolo (Pengurus DKD), Pitra Suwita (Pengurus DKD), John
Silombo (Pesulap), Marikun Bahtiar (Pesulap), dan Achmad Marzoeki
(Birokrat).
Penulis naskah, Pekik Sat Siswonirmolo, mengatakan lakon “Reksa
Mustika Bumi” sendiri membeberkan pertarungan kepentingan rezim kekuasaan yang
bernafsu menguasai dan mengeksploitasi sumber daya alam dengan berdalih
kesejahteraan rakyat sekitar. Lakon ‘Reksa Mustika Bumi’ yang bercerita tentang
keteguhan ‘local-genius’ dalam melindungi ekologi bumi, dipaksa berhadapan
dengan tren modal mengincar kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
“Lakon ini menjadi menarik karena konteksnya terhadap situasi
kontemporer, dimana kasus kekerasan mewarnai resistensi masyarakat adat versus
segala bentuk ancaman, terutama serbuan pertambangan terhadap penghancuran
lingkungannya,” ujar pria yang juga guru PNS di SMP Negeri 2 Kutowinangun.
Pekik menambahkan, simbolisasi tradisi cepet (dangsak) pada
pementasan itu mewakili perwujudan nilai-nilai kearifan lokal yang secara teguh
dipelihara oleh Ki Wicaksono (Wuryanto) bersama para pengikutnya. Batas akhir
dari keteguhan pemeliharaan adalah saat kepentingan rezim kekuasaan dengan
mengandalkan patron hierarki menekan dan memporak-porandakan segala tatanan
lokal.
“Inilah hakekat antagonisme sosial yang jadi realitas obyektif
dimana-mana saat-saat ini,” tutupnya.
Kethoprak Dangsak di Panggung Budaya PRPP Jawa Tengah |
SENI CEPETAN
SENI CEPETAN
Sampai
dengan tahun 2012 kesenian Cepetan belum masuk dalam daftar jenis
kesenian di Dinas Perhubungan Komunikasi & Informasi Kabupaten Kebumen.
Melalui Sarasehan Budaya tahun 2014 yang
diselenggarakan di Aula DPRD Kabupaten Kebumen pada , Dewan Kesenian Daerah
(DKD) Kebumen merekomendasikan seni Cepetan sebagai ikon kesenian asli Kebumen.
Untuk menguatkan rekomendasi tersebut DKD Kebumen beberapa kali
menyelenggarakan pementasan cepetan alas pada berbagai even, baik di
Alun-alun Kebumen, ataupun di dalam gedung pertunjukan.
Diawali
dengan mementaskan seni Cepetan pada acara Muhibah Seni 2013 di Alun-Alun
Kebumen, dengan judul Laskar Lukulo. Kemudian pada Minggu (19/10/2014) kesenian
tradisional asli Kebumen tersebut digelar setelah usai Car Free Day Minggu, 19
Oktober 2014. Ketua DKD, Pekik Sat Siswonirmolo MPd menyatakan, pementasan
cepetan alas itu digelar dalam rangka memeriahkan Gempita Borobudur bertajuk
Cepetan Sewu.
Pertunjukan Seni Cepetan selanjutnya pada Senin
22 Desember 2014 dalam bentuk kolaborasi Kethoprak Dangsak di Aula Setda
Kebumen dan 29 Agustus 2016 dab juga Kethoprak Dangsak di Panggung budaya PRPP Jawa Tengah dengan lakon Reksa mustika
Bumi
Seni Cepetan oleh Dewan Kesenian Daerah Kabupaten
Kebumen, direkomendasikan sebagai Ikon Kesenian Asli Kebumen pada Sarasehan Budaya tanggal
10 Oktober 2014 di Aula DPRD Kebumen. Sebagai langkah selanjutnya DKD melakukan
penelusurandan pengumpulan data tentang keberadaan seni Cepetan di Kebumen.
Dari hasil wawancara Aris Panji dengan almarhum Mbah Roeslan, selaku tokoh
masyarakat sesepuh kesenian Cepetan di Kajoran yang juga juru kunci makam mbah
Agung Kajoran Karanggayam seusai acara Arisan Teater di Balai Kelurahan Kebumen tahun
2010, diperoleh penjelasan bahwa :
Kesenian Cepetan pada awalnya merupakan seni
arak-arakkan penyerta pada perayaan-perayaan pesta rakyat atau arak-arakkan
seperti “merti desa” (bersih desa), dan perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Cepetan berkembang di wilayah utara Kebumen
khususnya Karanggayam di kawasan onderneming (perkebunan luas yang
dikuasai Hindia Belanda).
Muncul sebagai bentuk perlawanan non fisik,
rakyat di Karanggayam dalam mengusir onderneming (Hindia Belanda) dengan
membuat topeng menakutkan terbuat dari kayu randu, kayu pule dan kayu
cangkring, yang mudah dibentuk.
Topeng dibentuk menjadi sosok yang menakutkan
dengan disertai ijug sebagai rambutnya.
Topeng-topeng tersebut dipergunakan secara
mengejutkan untuk menakut-nakuti pemilik onderneming sehingga mereka
ketakutan dan merasa tidak kerasan berada di sana dengan menyebutnya
sebagai wilayah angker.
Pada akhirnya diharapkan dengan rasa
ketakutan tersebut mereka pergi meninggalkan wilayah onderneming.
Pembuatan topeng sendiri bukan sekedar
mengukir namun melibatkan ritual tertentu dengan jenis kayu tertentu di wilayah
tertentu yang diyakini memiliki kekuatan magis.
Pada perkembangannya, Cepetan dikembangkan
menjadi seni tari tradisional yang awalnya diiringi dengan suara kenthongan dan
kaleng sehingga disebut dengan kesenian “Dangsak” atau “Tongbreng”. Saat
sekarang Seni Cepetan telah diiringi dengan Gamelan (simbal, bedhug, saron) seperti pada kesenian Ebleg.
Penjelasan Mbah Ruslan ini tahun 2013 dibenarkan oleh Dawintana
(73), sesepuh Paguyuban Budaya Pertapan Tunggal Randu Budaya Dusun Kebon,
Desa Watulawang, Kecamatan Pejagoan. Dawintana merupakan generasi ketiga
pelestari Cepetan di desanya. Senada dengan pernyataan Mustarja (69),
sesepuh Pertapan Tunggal Paguyuban Prajineman Tri Tunggal Dusun Perkutukan,
Desa Peniron, Kecamatan Pejagoan.
Kamis, 28 Maret 2019
JEMBLUNG LAKON KERTINEGARA SRUNI PENTAS DI TMII
Duta Seni dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kebumen bakal
mementaskan Lakon Tumenggung Kertinegara dari babad Sruni Kebumen, di Anjungan
Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, pada Minggu, 31 Maret
2019.
Pementasan yang dikemas dalam bentuk kesenian Jemblung
tersebut oleh BE Susilohadi S.Pd dikolaborasikan dengan seni drama tari
sehingga menjadi suguhan pementasan yang menarik untuk ditonton.
Kesenian jemblung sendiri sebenarnya merupakan seni tradisi
lisan yang merupakan kesenian asli Kebumen. Namun sayangnya kesenian tersebut
sudah mulai dilupakan oleh masyarakat Kebumen. Bahkan banyak diantara mereka
yang sama sekali sudah tidak mengenal lagi seperti apa bentuk kesenian
jemblung.
BE Susilohadi, Kasi Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten
Kebumen berusaha mengangkat kembali kesenian jemblung yang sudah tidak begitu
dikenal dengan mengkolaborasikan dengan seni
tradisional yang lain seperti Tari
Cepetan, Tari Ebleg, Kethoprak, Tari Gambyong Kebing dan Tari Wira Pertiwi
dalam komposisi drama tari.
Kesungguhan BE Susilohadi dalam garapan tersebut
terlihat dari dilibatkanya Jemblung dari Sanggar Seni Wisma Budaya Puring dan beberapa pelaku seni tradisional senior yang
sudah cukup berpengalaman berkecimpung didalam kesenian tradisional di Kebumen.
Mereka itu antara lain Gim Warjito, S.Pd,M.Pd, Widodo S.Sn, Bambang Sis. S.Pd.
Pardiman, Genjik Suratno, Bagiyo, Eko Haryono SE, Doyok Ramelan, Ami Ratminah, Endang Purwatiningsih, S.Pd .dan sinden
Sulastri. Dalam garapan tersebut juga dilibatkan pelaku seni teater Pekik Sat
Siswonirmolo dan Putut Akhmad Su’adi S.Hum.
Pada pementasan tersebut didukung oleh 116 personil, yang
terdiri dari seniman Jamjaneng, seniman Jemblung, seniman karawitan, seniman kethoprak,
seniman teater, penari putra , penari putri dan, seniman penata setting
panggung.
“Pementasan di
Anjungan Jawa Tengah TMII nanti akan diawali dengan penampilan Jamjaneng, yang kemudian
dilanjutkan dengan pagelaran Jemblung
Kolaborasi yang didukung oleh para seniman-seniman senior. Sehingga diharapkan pementasan duta seni tahun ini akan
lebih baik, lebih menarik dari tahun-tahun sebelumnya,” kata BE Susilohadi
selaku sutradara saat gladi bersih (26/3)
BE Susilohadi menambahkan
bahwa lakon Tumenggung Kertinegara
diambil dari Babad Sruni, merupakan kisah kepahlawanan Tumenggung Kertinegara,
ketika berusaha memperingatkan tindak
kesewenang-wenangan Sultan Amangkurat Agung saat berkuasa di Mataram. Kisah
Tumenggung Kertinegara sarat dengan konflik kemanusiaan, yang dapat
diselesaikan dengan sangat bijaksana oleh Tumenggung Kertinegara dari Sruni.
Korwil Bidik Rowokele Gim Warjito pelaku seni yang turut
mendukung pagelaran tersebut mengatakan Selaku
pelaku seni mengapresiasi secara maksimal pagelaran di Taman Mini Indonesia
Indah dengan lakon Kertinegara , karena hal tersebut akan menguatkan eksistansi
Kabupaten Kebumen. Terutama dengan menggarap seni tradisi. Karena seni tradisi
merupakan elemen penting dalam garapan sumberdaya manusia dalam rangka
membangun manusia seutuhnya. Segmen seni tradisi ada di seluruh lapisan
masyarakat. Melalui tahapan kontemplasi
wawasan kesenian harus bisa menyentuh hati manusia yang paling dalam. Kontemplasi dalam seni adalah hening ke masa
lalu, masa lalu yang berkaitan dengan seni, karena seni adalah kesan yang indah.
Masa lalu tidak indah bila tidak dikaitkan dengan seni, salah satu seni yang
berkitan dengan masa lalu diantaranya adalah seni tradisi, maka untuk menggarap
sumber daya manusia khususnya generasi muda tidak boleh melupakan seni tradisi
yang adiluhung. Seni tradisi tidak boleh hilang dari tata kehidupan masyarakat.
Kabid PDK Dinas Pendidikan Kabupaten Kebumen, Aminah,
S.Pd,MM seusai menyaksikan gladi bersih menyampaikan apresiasi yang
setinggi-tingginya pada seluruh pemain, meskipun masih ada beberapa kekurangan
dalam hal keharmonisan keselarasan gerak tari dengan iringan gamelan, tetapi
secara umum sudah baik, indikatornya adalah ketika pementasan itu berhasi
membawa penonton dalam suasana yang menyentuh perasaan dan klimaknya sudah bisa membuat penonton
merinding itu berati berhasil . Selanjutnya Aminah, S.Pd,MM optimis pada pementasan di TMII nanti akan
dapat terlaksana dengan lebih baik.
Rabu, 27 Maret 2019
SENIMAN-SENIMAN KAWAKAN KEBUMEN DUKUNG PEMENTASAN DI TMII
Lakon Tumenggung Kertinegara dari babad Sruni Kebumen, bakal
di pentaskan Duta Seni Kabupaten Kebumen di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) Jakarta, pada Minggu, 31 Maret 2019. Pada pementasan tersebut didukung oleh 50 personil, yang
terdiri dari seniman Jamjaneng, seniman
Gim Warjito, S.Pd,M.Pd, Pardiman, Genjik Suratno, Doyok Ramelan mendukung Duta Kesenian Kebumen Ke Anjungan Jawa Tengah TMII pada pagelaran Minggu 31 Maret 2019 |
Yang menarik ada beberapa seniman kawakan yang sudah cukup
berpengalaman berkecimpung didalam kesenian tradisional di Kebumen, turut
terlibat mendukung pementasan yang dikemas dalam bentuk kesenian Jemblung dengan berkolaborasi dengan drama tari
tersebut . Mereka itu diantaranya Gim Warjito, S.Pd,M.Pd, Widodo S.Sn, Bambang Sis. S.Pd.
Pardiman, Genjik Suratno, Subagyo, Eko Haryono SE, Doyok Ramelan, Ami Ratminah, Endang Purwatiningsih, S.Pd .dan sinden
Sulastri. Dalam garapan tersebut juga dilibatkan pelaku seni teater Pekik Sat
Siswonirmolo dan Putut Akhmad Su’adi S.Hum.
Menurut BE Susilohadi Selaku sutradara pementasan saat gladi
acara, dengan dukungan dari para seniman-seniman senior tersebut, diharapkan
pementasan duta seni tahun ini akan lebih baik, lebih menarik dari tahun-tahun
sebelumnya.
Berdasarkan dari pengakuan para seniman itu disela-sela saat
latihan di Aula Dinas Pendidikan Kebumen, diantaranya Pardiman seniman kethoprak kawakan dari Sitiadi
Puring mengatakan selaku seniman, telah main kethoprak, sejak tahun 1972
setamat sekolah STM. Pardiman dalam bermain kethoprak dikenal lebih sering berperan sebagai tokoh antagonis.
Kemudian Gim Warjito dari Harjodawa Kuwarasan telah main Kethoprak sejak tahun 1982, setamat SPG.
Gim Warjito yang saat ini menjabat Korwil Bidik Rowokele menambahkan bahwa menjadi pemain kethoprak karena terinspirasi pada permainan kethoprak Pardiman yang berperan sebagai tokoh antagonis di Puring, pada saat berperan sebagai Tapak Deruk pada lakon Pedang Pusaka Gunung Arcapala.
Kemudian Gim Warjito dari Harjodawa Kuwarasan telah main Kethoprak sejak tahun 1982, setamat SPG.
Gim Warjito yang saat ini menjabat Korwil Bidik Rowokele menambahkan bahwa menjadi pemain kethoprak karena terinspirasi pada permainan kethoprak Pardiman yang berperan sebagai tokoh antagonis di Puring, pada saat berperan sebagai Tapak Deruk pada lakon Pedang Pusaka Gunung Arcapala.
Lebih lanjut Gim Warjito mengatakan Selaku pelaku seni
mengapresiasi secara maksimal pagelaran di Taman Mini Indonesia Indah yang akan
menunjukkan eksistansi Kabupaten Kebumen. Terutama dengan menggarap seni
tradisi. Karena seni tradisi merupakan elemen penting dalam garapan sumberdaya
manusia dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Segmen seni tradisi ada di
seluruh lapisan masyarakat. Melalui
tahapan kontemplasi wawasan kesenian harus bisa menyentuh hati manusia yang
paling dalam. Kontemplasi dalam seni
adalah hening ke masa lalu, masa lalu yang berkaitan dengan seni, karena seni
adalah kesan yang indah, masa lalu tidak indah bila tidak dikaitkan dengan
seni, salah satu seni yang berkitan dengan masa lalu diantaranya adalah seni
tradisi, maka untuk menggarap sumber daya manusia khususnya generasi muda tidak
boleh melupakan seni tradisi. Seni tradisi tidak boleh hilang dari tata
kehidupan masyarakat.
Senin, 04 Maret 2019
Minggu, 03 Maret 2019
Pementasan Titik Kumpul
Performance Titik Kumpul dari Kecamatan Ayah |
Adapun sinopsis pementasan dengan judul Ha'Ra adalah sebagai berikut
Ha’Ra
Berangkat dari kehadiran dan kiprah seorang seniman legendaris. Menggambarkan keteguhan dan keyakinan dalam menjaga jati diri kebudayaan lokal melaui seni pertunjukan. Perjuangan yang berdarah darah dalam merengkuh kesenian dan budaya lokal, baik di atas panggung maupun di luar panggung (kehidupan sosial) menjadi bagian yang diangkat sebagai alur dramatik karya “Ha’Ra”. Lahirnya karya “Ha’Ra” sekaligus adalah cerminan tentang penghargaan generasi muda terhadap nilai-nilai budaya lokal dan sejarahnya. Siapakah dia? Sosok wanita yang sederhana, lemah gemulai, berparas cantik, baik tutur kata dan sikapnya; Cablaka (Seblaka Sesutane). Segala tentangnya, menjadikan ia sosok seniman yang akan selalu dikenang dan menjadi kiblat para maestro seni budaya lokal (pangiyongan).Pementasan dengan tiketing dilaksanakan berkolaborasi dengan musik dangdut klasik, yang juga berasal dari komunitas Titik Kumpul ayah. Meskipun dalam suasana gerimispementasan Titik Kumpul masih menarik perhatian masyarakat, terbukti pada malam tersebut pementasan disaksikan puluhan pecinta seni pertunjukan di Kebumen.
Senin, 25 Februari 2019
DKD KEBUMEN MELOUNCHING KEBUMEN VIOLIN ORCHESTRA (KVO)
Penampilan Kebumen Violin Orchestra (KVO) saat Lounchi di Mixolie Hotel pada hari Minggu (24/2) |
Bertempat di Maxolie Hotel Kebumen,
Minggu, 24 Februari 2019, Ketua Umum Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen,
Pekik Sat Siswonirmolo melounching Kebumen Violin Orchestra (KVO), dengan acara
pagelaran musik orchestra biola bertajuk Kebumen Violin Orchestra “Confident
And Wise With Music”.
Loauching di Maxolie Hotel Kebumen
tersebut dihadiri oleh puluhan tamu yang terdiri dari pengurus DKD Kebumen,
Komunitas Sekolah Rakyat MeluBae (SRMB) Kebumen dan orang tua dari para anggota
KVO.
Ketua Umum Dewan Kesenian Daerah (DKD)
Kebumen, Pekik Sat Siswonirmolo saat melounching berharap KVO yang merupakan
anak kandung DKD akan dapat semakin berkembang, dan dapat memberi warna pada
kegiatan seni musik di Kebumen.
Penampilan Kebumen Violin Orchestra (KVO) saat Lounchi di Mixolie Hotel pada hari Minggu (24/2) |
Menurut Taufik Ismail S.Pd. guru
biola yang juga guru di SD Negeri 3 Sawangan Kuwarasan itu; Kebumen Violin
Orchestra (KVO) merupakan sebuah kelompok musik dari divisi musik Dewan
Kesenian Daerah (DKD) Kebumen, dengan format orchestra, yang anggotanya terdiri
dari anak-anak, para instrumentalis biola hasil bimbingannya.
Selanjutnya Taufik Ismail S.Pd.
yang merupakan pemain biola di Sekolah Rakyat MeluBae (SRMB) Kebumen menambahkan
bahwa KVO yang bersekretariat di Perum Mega Biru 1 Jl.Cincin Kota no. 24
Karangsari Kebumen tersebut, merupakan tempat Sinau Ng-orchestranya Kebumen, yang ia dirikan guna memberi ruang
pada anak-anak yang sedang dalam proses belajar biola, agar mereka dapat
menerapkan ketrampilan bermain biola melalui sajian beragam jenis musik, mulai
dari musik klasik, pop, latin dan dangdut. Juga mengiringi lagu daerah dan
lagi-lagu nasional.
Tofik Ismail S.Pd. selaku Aranger KVO di Mexolie Hotel Kebumen pada Minggu (24/2) |
Taufik Ismail S.Pd. berharap
anak-anak tersebut akan menjadi lebih terasah ketrampilannya dalam menggesek
biola. Harapan kedepan keberadaanya KVO bisa diterima oleh masyarakat dan
dilibatkan pada even-even yang diselenggarakan oleh Pemkab Kebumen, bahkan bisa
menjadi kebanggaan masyarakat Kebumen dengan pemain-pemain biola muda yang handal.
Sehingga akan ikut meramaikan geliat
seni musik di kota Beriman.
Pemain KVO semua masih anak-anak, bahkan ada yang masih berusia 7 tahun |
Dalam acara tersebut ditampilkan 45
anak violin-violin muda yang berbakat yang mayoritas masih duduk di bangku
Sekolah Dasar (SD), bahkan yang termuda masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar.
Mereka berasal dari beberapa kecamatan diwilayah Kebumen, seperti Kuwarasan, Gombong,
Karnganyar, Sruweng, Adimulyo dan Kebumen.
Toto Suryanto mendampingi KVO pada posisi vokal |
Menurut Ketua Panitia Eni Munfarida
pada pagelaran tersebut KVO didampingi oleh
beberapa pemain band pendukung, seperti Toto Suryanto pada vocal, Widi Saxofon,
Eri D’Flow pada gitar, Kipli pada bas, Nur Bulles drum, Hasbun pada piano, dan
Mas Damar pada sound enginering.
Dengan amat baik mereka memainkan 6
lagu yang arasemennya digarapan Taufik Ismail, Pimpinan yang juga sekaligus berperan
sebagai Aranger pada orchestra KVO. Keenam lagu tersebut adalah Cantik (Siti Badriyah) Symponie yang Indah (Once), Penasaran ( Rhoma Irama), Kopi Dangdut
(Fahmi Sahap), Despacito (Luiz Fonzi)
dan You Rias Me Up (Josh Groban).
Selasa, 15 Januari 2019
SURAN EBLEG SINGO MATARAM DIBANJIRI RATUSAN PENONTON
Sudah menjadi tradisi, hampir disetiap grup kesenian
tradisional yang ada di Kebumen, pada setiap bulan Sura, mereka
menyelenggarakan Tradisi Gebyag Suran. Tak terkecuali juga pada grup Kesenian
Tradisional Ebleg Singa Mataram Sedyatama Timbul.
Grup Ebleg yang juga disebut sebagai Ebleg Ruwat yang
bersekretariat di belakang Kodim 0709 Panjer Kebumen ini, pada Selasa siang
(02/10) menyelenggarakan pagelaran dalam rangka Suran, di Lapangan Makodim 0709
Kebumen.
Acara itu dibanjiri ratusan penonton, pecinta ebeg Kebumen.
Dan yang menarik sebagian besar penonton yang datang adalah para muda remaja
putra-putri, beberapa diantaranya bahkan datang masih mengenakan seragam
sekolah, baik putih biru maupun putih Abu-abu.
Dengan banyaknya yang datang menyaksikan pementasan Suran
Ebleg Singa Mataram dari kalangan muda remaja ini, sungguh merupakan fenomena yang
menggembirakan bagi perkembangan kesenian ebleg di Kebumen. Namun untuk lebih
menambah daya tarik kesenian tradisional ebleg sebagai sebuah tontonan,
dibutuhkan adanya dukungan sentuhan artistik, baik dari sisi koreografi,
iringan musik , kostumnya maupun manajemen pementasan, dari para pelaku seni
yang mumpuni.
Menurut keterangan ketua grup ebleg Singa Mataram Sigit
Riyanto (52) yang didampingi sesepuh grup ebleg Singa Mataram Wiwit Suryono,
Harsono dan Suwardi, bahwa grup ebleg Singa Mataram yang beranggotakan sekitar
20 orang yang terdiri dari 14 penari dan 6 penabuh ini sebenarnya merupakan
grup ebleg yang sudah turun-temurun yang berdiri sejak tahun 1960. Grup ebleg
yang awalnya bernama Sedyatama Timbul, diyakini sebagai grup ebleg tertua di
Kebumen, pada waktu itu mengalami kelesuan atau mati suri, baru sekitar 8 tahun
yang lalu mulai dihidupkan kembali. Sampai saat sekarang grup ini setidaknya
bisa pentas antara 4 sampai 5 kali dalam satu tahun.
Menurut
Sigit, biaya untuk acara Suran grup ebleg Singa Mataram yang sangat bersahaja
tersebut, diambilkan dari kas grup ebleg Singa Mataram. Sigit menambahkan didalam
melestarikan grup ini terkendala pada masalah regenerasi, dimana ada beberapa
penari muda yang harus melanjutkan sekolah, ataupun yang harus bekerja di luar
kota.
LOUNCHING PaSPerLu KEBUMEN
Pasar Sayuran Pereng Lukulo Kelurahan Kebumen
Camat Kebumen Ram Gunadi SH memberikan sambutan pembukaan PaSPerLu |
Lounching Pasar Sayuran Pereng Lukulo ( PaSPerLu) yang di prakasai oleh Komunitas Hidroponik dan Organik (KHO) kelurahan Kebumen ini terlihat berhasil dalam bergerak berbenah diri.
Lurah Kebumen Dede Sutoro pada saat persiapan PaSPerLu |
Terbukti ketika program PaSPerLu dilounching pada hari Jumat 21 Desember 2018, pukul 08.00 pagi secara keseluruhan penyajian lapak pameran, baik untuk sayuran hidroponik dan organik, maupun jajanan kuliner tradisional, tersaji dengan baik.
Lapak-lapak pasar di PaSPerlu tersebar sepanjang jalan di Gang Barokah |
Pengunjung PaSPerLu di depan lapak kuliner tradisional dan tanaman organik SRMB |
Pengunjung PaSPerLu di depan lapak kuliner tradisional dan tanaman organik SRMB |
Lapak-lapak pasar di PaSPerlu tersebar sepanjang jalan di Gang Barokah yang terletak di belakang Rutan Kebumen, menyajikan berbagai bibit tanaman, aneka kerajinan daur ulang, sayuran hidroponik dan organik, serta aneka jajanan tradisional.
Panen perdana tanaman slada di Kuba KHO, oleh camat Kebumen Ram Gunadi SH |
Acara lounchin diawali dengan panen perdana tanaman slada di Kuba KHO, oleh camat Kebumen Ram Gunadi SH, yang dilanjutkan dengan penjualan hasil panen perdana tersebut melalui stand Kuba KHO.
Hadir pada Acara lounching PaSPerLU Camat Kebumen Ram Gunadi SH, beserta jajaran Muspika kecamatan Kebumen,, dari Dinas Sosial, PPKB, Perwakilan Bank Jateng, Perkim LH, Lurah Kebumen Dede Suntoro,S.Sos, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama di Kebumen.
“Kami menyelenggarakan pameran pada hari ini terdiri dari 7 stand KHO RW yang ada di kelurahan Kebumen, 1 stan Kelompok Usaha Bersama (Kuba), 3 stand Kuliner Komunitas Masak Kelurahan Kebumen, 1 stand bang Samiun, 1 stand dari Pengusaha, dan banyak kuliner jajanan tradisional dari masyarakat Kebumen. Kegiatan PaSPerLu akan berlangsung selama 3 hari yaitu dari hari Jumat 21 Desember sampai dengan Minggu 23 Desember 2018, mulai pukul 08.00 s/d pukul 16.00 WIB” kata Sugeng Haryono selaku ketua penyelenggara, pada saat acara lonching.bersama mendampingi Dede Suntoro S.Sos selaku Lurah Kebumen, dan Suwito selaku perangkat kelurahan Kebumen,di lokasi penyelenggaraan PaSPerlu.
PaSPerLu juga dihibur dengan penyajian organt tunggal |
Menurut Dede Suntoro S.Sos selaku Lurah Kebumen, Pemerintahan Kelurahan Kebumen bersungguh-sungguh dalam pengelolaan sampah dan penataan lingkungan kelurahan. Ada banyak program unggulan yang di gagas oleh warga masyarakat kelurahan Kebumen di dukung penuh oleh Lurah dan perangkatnya, diantaranya, Sampah Untuk Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (Bank Samiun), Sapu Bersih Pagi (SABER PAGI) dan Komunitas Hiroponik dan Organik (KHO). Dan yang baru saja di lounching adalah Pameran dan Pasar Sayuran Pereng Lukulo (PaSPerLu)
Dede Suntoro S.Sos menambahkan “ Antusiasme pengunjung pada lounching PaSPerlu sangat besar, karena dengan adanya pasar sayuran hidroponik dan organic hasil budi daya warga kelurahan Kebumen dan juga berbagai kuliner serta kerajinan dari warga kelurahan Kebumen, dari hasil daur ulang. Harapannya penyelenggaraan kegiatan semacam ini kedepan bisa membantu perekonomian warga kelurahan Kebumen pada umumnya.
Pengunjung PaSPerLu sedang menikmati kuliner tradisional |
“ Pada penyelenggaraan acara launching PaSPerLu yang bebas terbuka untuk umum ini, pemerintahan Kelurahan Kebumen mendapat dukungan dari komunitas Sekolah Rakyat MeluBae (SRMB) Kebumen, Kedepan pameran ini tidak saja sebagai sarana pemasaran sayuran hidroponik dan organik saja, tetapi pasar sayuran yang direncanakan terselenggara setiap minggu ini nantinya juga sebagai wahana edukasi, belajar menanam bagi para pelajar dan komunitas muda terdidik di kabupaten Kebumen dan sekitarnya ” kata Suwito selaku perangkat Kelurahan Kebumen yang juga Pamong SRMB.
Pada acara tersebut ada sedikit kritikan dari Toro Mb salah seorang pengunjung
“Sayangnya untuk pembungkus makanan jajanannya belum menggunakan daun, masih menggunakan plastik, sehingga masih menyisakan sampah plastik yang terlihat.Juga masalah ketersediaan tempat sampah yang belum mencukupi, ini barangkali harus menggandeng dinas terkait, seperti Dinas Perkim LH”.
Langganan:
Postingan (Atom)